Jakarta - Begitu banyak kekecewaan dan amarah mewarnai
IPO Facebook sejak dibuka Jumat pekan lalu. Investor-investor kecil yang
berharap bisa meraup pundi-pundi uang dari meroketnya harga saham FB,
malah harus merugi.
Diperkirakan, total kerugian yang ditanggung
para investor FB mencapai lebih dari US$ 600 juta. Seperti kebanyakan
IPO belakangan ini, harga saham FB anjlok saat ditutup di perdagangan
hari pertama.
Hari berikutnya, malah terus turun di bawah harga
penawaran US$ 38. Kemarin, FB berhasil naik tipis dan ditutup di harga
US$ 33, masih di bawah harga penawaran. Ini baru tahap awal dan
bersiaplah untuk kemungkinan yang lebih buruk.
Menurut David
Wessels, profesor finansial dari Wharton Business School, seperti
dikutip dari CNN, Jumat (25/5/2012), investor yang tidak puas punya
cukup banyak kesempatan untuk jual pada Jumat sore begitu isu teknis di
Nasdaq terpecahkan. Mereka yang memutuskan untuk jual masih mendapat
profit. Investor di IPO lain malah tidak pernah punya kesempatan untuk
memperoleh kembali sejumlah yang sudah mereka taruh.
Contohnya
PetroLogistisc, sebuah perusahaan yang memiliki pabrik pengolahan
propana terbesar di dunia. Sahamnya mulai diperdagangkan di bawah harga
penawaran di awal Mei. Hampir sebulan kemudian, harga sahamnya tak
kunjung naik dan kembali ke level saat ditawarkan perdana ke publik.
"Jadi,
kalau profit tidak dijamin, kenapa heboh-heboh membahas IPO Facebook?
Tak lain karena seorang analis di Morgan Stanley – bank investasi yang
menetapkan harga penawaran, merilis sebuah laporan perkiraan penurunan
kinerja finansial Facebook beberapa saat sebelum penawaran dibuka,"
katanya.
Para pemegang saham marah besar karena laporan tersebut
hanya diberikan kepada beberapa investor institusional pilihan, yang
kemudian memutuskan mundur. Konsekuensinya, sebagian besar investor
retail yang tidak tahu harus menanggung kerugian.
"Jika Anda merasa ini tidak adil, Anda tidak sendirian. Lagipula, mengapa Anda harus kalah?" katanya.
Setelah
kehancuran dot-com: WorldCom dan Enron, Kongres memasukkan ketentuan di
legislasi Sarbanes-Oxley yang banyak difitnah itu untuk menekan potensi
konflik kepentingan. Rancangan Undang-Undang (RUU) itu disebut sebagai
'Tembok Cina' karena memisahkan komunikasi di antara analis riset bank
investasi dan penjamin emisi.
Bulan lalu, RUU yang diajukan kedua
partai dan dinamai JOBS Act membatalkan peraturan tersebut dan proteksi
investor lain untuk perusahaan dengan pemasukan kurang dari US$ 1
milyar, dianggap sebagai perusahaan tumbuh berkembang. Sekali lagi,
analis riset bisa berkomunikasi langsung dengan manajemen dan bila
perlu, berbagi laporan baik maupun buruk.
Di bawah peraturan baru
ini, tinggal tunggu waktunya saja sebelum analis muda melanggar batas
dan menulis laporan etis yang bisa dipertanyakan. Mengenai
Sarbanes-Oxley, peneliti di Universitas Cornell dan Dartmouth menemukan
bahwa para analis yang berafiliasi dengan bank penjamin emisi dikabarkan
membeli rating untuk mendongkrak saham-saham anjlok.
Lalu mereka
hanya bisa melihat saham tersebut semakin anjlok setelah rating
pembelian dikeluarkan. Ini sangat kontras dengan laporan yang ditulis
oleh analis non-afiliasi, bahwa saham-saham meroket mengikuti rating
pembelian. Perbedaan performa ini amat mengejutkan.
Supaya pasar
bisa berfungsi secara efektif, para investor harus mempercayai informasi
yang dilaporkan oleh perusahaan. Analis riset juga harus bisa bertindak
independen. Investor harus ingat kalau saham apa pun bisa kehilangan
nilai, tak peduli seberapa heboh pendapat mengenai perusahaan itu.
Analis riset juga punya banyak bos, bukan hanya investor kecil di jalan.
Kongres
harus menciptakan arena permainan dimana setiap investor punya hak yang
sama terhadap akses sahamnya, bukan hanya mereka yang punya akses
khusus. Facebook baru peringatan awal. Resiko sebenarnya berada di
IPO-IPO lain yang terhitung jumlahnya dan tidak begitu mendapat sorotan
seperti Facebook.
subyek : Manajemen, Pasar modal, Investasi
Sumber : http://finance.detik.com/read/2012/05/25/105606/1924509/6/kegagalan-ipo-facebook-jadi-peringatan-awal-bagi-investor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar